Konflik di Palestina hingga kini tidak menemukan titik temu.Pertikaian demi pertikaian terjadi seolah-olah kedamaian tidak pernah ada di tanah Zion itu.Israel dengan gerakan zionismenya berperang melawan Palestina dengan gerakan jihadnya mempertahankan tanah suci.Pertemuan demi pertemuan antara kedua belah pihak tidak pernah berakhir dengan baik.Kondisi dan situasi di tanah Palestina tetap mengambang.
Seperti dugaan awal , pertemuan di Anapolis baru-baru ini juga tidak membuahkan hasil yang menggembirakan.Faktor Amerika yang menjadi tuan rumah mungkin menjadi salah satu penghambat munculnya kata sepakat yang dapat memuaskan bagi kedua belah pihak.Bukan hanya bagi kepentingan Israel dan Palestina tetapi juga bagi kepentingan Hamas dan Fatah
Ketamakan Israel
Dalam banyak hal Israel dari dulu tidak terlepas dari sifat tamak.Sifat tamak ini dapat kita lihat dari ketidakdewasaannya didalam membina hubungan dengan Palestina.Didalam proses hijrah ketanah suci itu , mereka dengan seenaknya membuat koloni dan pemukiman kaum Yahudi.Parahnya , tidak hanya membangun pemukiman mereka juga mengusir penduduk Palestina.Sedikit demi sedikit tanah perjanjian itu dicaplok hingga bangsa Palestina seperti pengemis dinegeri sendiri.
Ketidakdewasaan Palestina
Dilain pihak , Palestina juga tidak memiliki kedewasaan didalam menyikapi kepulangan bangsa Israel ke Yerusalem.Hanya dengan alasan mempertahankan situs suci umat Islam , penduduk Palestina tidak mau berbagi hingga bertikai dengan Israel.Padahal , situs-situs suci itu tidak memiliki relevansi dengan nilai-nilai ketaqwaan didalam agama Islam.Keterikatan umat Islam di Palestina atas pemberhalaan nilai-nilai materi inilah yang menyebabkan bangsa palestina tidak menganggap kaum Yahudi sebagai saudara se”manusia”.
Ketidak dewasaan sikap bangsa Palestina diperparah dengan konflik intern antara Hamas dan Fatah.Keduanya memiliki pandangan yang berbeda soal hubungannya dengan Israel.Hamas lebih bersikap keras kepada Israel bahkan tidak mau mengakui keberadaan negara Yahudi.Dilain sisi , Fatah yang condong kepada Amerika lebih bersikap moderat untuk menerima kehadiran negara Israel.Pertentangan antara keduanya hingga terjadi pertumpahan darah telah menyingkapkan watak orang-orang Palestina yang hampir sama dengan watak orang-orang Israel.
Dilema atas konflik di Palestina
Karena watak kedua belah pihak yang mau menang sendiri maka konflik di Palestina itu sangat sulit untuk dipecahkan.Bangsa Israel merasa lebih berhak atas tanah yang dijanjikan nenek moyangnya itu daripada bangsa Palestina.Bangsa Palestina merasa lebih berhak atas tanah yang diwariskan nenek moyangnya itu dari pada bangsa Israel.Kedua belah pihak seakan-akan tidak mengakui bahwa nenek moyang mereka itu sebenarnya sama yaitu Adam.Dan kalaupun keduanya merasa bahwa mereka tidak terikat oleh persaudaraan maka mereka harus sadar bahwa tanah Palestina itu bukan milik mereka tetapi milik Tuhan.
Kedua belah pihak harus segera sadar bahwa apa yang diperebutkan itu memiliki harga yang sangat mahal untuk dibayar.Pembantaian demi pembantaian , kerusuhan demi kerusuhan adalah nilai yang tidak sebanding dengan upaya membangun bangsa yang berdaulat.Keberdaulatan yang diimpi-impikan oleh kedua belah pihak nyata-nyatanya harus mengorbankan nilai yang lebih penting yaitu terwujudnya kedamaian.
Mewujudkan kedamaian di bumi Palestina itu memang seperti mengurai benang yang telah kusut.Perlu adanya suatu terapi jiwa bagi kedua belah pihak yang bersengketa agar mengerti arti kedamaian.Kedamaian antara kedua belah pihak dapat terwujud jika muncul sikap mengalah dari salah satu pihak.
Kalaupun tidak ada yang mau mengalah maka harus muncul juru tengah yang betul-betul netral dan adil.Tidak pro Palestina dan tidak pro Israel.Kehadiran “Sang Juru Tengah” bukan untum memenangkan salah satu pihak.Kehadirannya harus bertujuan pada satu keinginan yaitu kedamaian.
Peran Indonesia
Mungkinkah Indonesia mampu mengambil peran Sang Juru Tengah itu ?.Suatu pertanyaan yang cenderung pesimistis atas kekuatan Indonesia yang tidak seberapa di kancah internasional.Jangankan untuk mengurus bangsa lain , mengurus bangsa sendiri saja sudah kuwalahan.
Ya, jika berkaca pada diri sendiri kita pasti bergumam : “Mampukah kita menjadi negara yang dihormati.Negara tetangga seperti Malaysia saja sudah berani menginjak-injak martabat Indonesia bagaimana dengan bangsa-bangsa besar di dunia?”
Indonesia itu harus kita akui sedang berada di posisi dan situasi yang sangat sulit.Banyaknya masalah internal bangsa ini sudah cukup membuat pekerjaan yang antri untuk diselesaikan.Tetapi diluar itu semua , alangkah mulianya Bangsa ini jika memiliki kesadaran untuk ikut mendamaikan pihak-pihak yang bertikai.
Sejarah Penyatuan Nusantara
Bangsa Indonesia sudah kenyang dengan yang namanya pluralisme.Pada masa dinasti Syailendra , umat Budha dan umat Hindu dapat hidup bersama.Bukti kerukunan wangsa Syailendra yang bercorak Budha dengan wangsa Sanjaya yang bercorak Hindu dapat kita saksikan dari pembangunan candi Borobudur serta candi Prambanan.Hingga terjadi konflik diantara keduanya maka pluralisme hancur untuk sementara.
Akhirnya pada abad 15 Gajahmada datang sebagai sosok pemersatu Nusantara .Kedatangan Patih Majapahit ini menandai dibangunnya kembali semangat pluralisme.Seluruh suku-suku dan kerajaan di nusantara dipersatukan kembali.Kondisi ini berlangsung hingga kedatangan agama Islam yang masuk dengan damai dan diakhiri dengan penjajahan oleh kolonial Belanda yang kembali merusak tatanan pluralisme dengan politik culasnya yaitu adu domba.Pada masa penjajahan Belanda ini , untuk sementara pluralisme mati suri.
Pada tahun 1928 , para pemuda yang terdiri dari beberapa perhimpunan organisasi kedaerahan mengobarkan semangat persatuan.Reunifikasi bangsa Indonesia yang pernah terjadi ribuan tahun kembali diperjuangkan.Semangat pluralisme dan perang atas politik pecah belah mencapai puncaknya saat di kumandangkan Sumpah Palapa jilid dua yaitu Sumpah Pemuda.
Perang Suci Bangsa Indonesia
Dari rentetan sejarah penyatuan Nusantara , sudah saatnya bagi kita untuk bercermin.Siapakah kita sebenarnya ? , peran apakah yang ingin dibebankan Tuhan kepada kita ?.Apa kelebihan kita ?.Kenapa dari berbagai pertikaian dan perpecahan muncul sosok-sosok pemersatu?
Kalau saja Bangsa Indonesia itu mau bersyukur maka kita seharusnya menyadari bahwa ada kelebihan yang dimiliki oleh bangsa ini.Diantara berjejalnya kerusakan moral baik korupsi , kolusi atau nepotisme kita sebenarnya memiliki harta simpanan.Kalau bangsa lain bangga dengan kemewahan , kecerdasan ras dan kelebihan nasab maka kita cukup bangga dengan berkah Tuhan yang telah mentakdirkan bangsa ini sebagai bangsa yang berjuang untuk Persatuan dan Kesatuan.Dalam budaya Jawa istilah persatuan dan kesatuan ini terangkai dalam makna kata “mangan ora mangan sing penting kumpul”.Walaupun lapar , yang penting tali silaturahmi terjaga dengan baik.
Inilah sebenarnya modal dasar yang dimiliki Indonesia untuk ikut berpartisipasi didalam mewujudkan persatuan dan kesatuan di bumi Palestina.Akar konflik antara bangsa Israel dengan bangsa Palestina yang sebenarnya berpangkal pada politik pecah belah seharusnya sudah dapat kita pecahkan dengan berkaca pada konsep pluralisme yang kita miliki.
Konflik di Palestina tidak dapat dipecahkan hanya dengan pertemuan-pertemuan formal ala Annapolis.Pertemuan-pertemuan yang tidak memiliki makna tersebut hanyalah mimpi dan khayalan.Di media , boleh jadi pertemuan itu menjadi simbol perdamaian tetapi apakah persatuan dan kesatuan itu dapat dipecahkan dengan ritual-ritual yang simbolistik.
Sudah saatnya model-model formal ditinggalkan.Bahkan jika Indonesia berani mengambil peran sebagai mediator bagi penyelesaian konflik di Palestina , banyak tempat yang dapat dijadikan lokasi pembicaraan.Kita bisa mengajak orang-orang Israel dan Palestina berunding di Malioboro sambil menikmati lezatnya gudeg.Memandangi pejalan kaki yang berbaur entah itu beragama Islam , Hindu , Budha , Kristen ,Kong Hu Cu , Kejawen dan sebagainya.Atau bisa juga pertemuan itu dilaksanakan di candi Borobudur atau Prambanan.Hingga membuat mulut mereka melongo dan berkata : “Kok bisa ya dua agama berdampingan?” .Kita dengan tenang pasti menjawab :”Ini baru masalah agama bung, masih banyak yang lainnya”
Memang , sudah saatnya Gajah Mada dibangkitkan kembali dari kuburnya untuk dapat mengajarkan makna persatuan dan kesatuan bagi umat manusia